Sabtu, 30 Agustus 2014

RESPIRASI SERANGGA

LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI

RESPIRASI SERANGGA

Description: http://dc263.4shared.com/img/nAlb-H2z/s7/LOGO_SMAN_1_REMBANG.jpg
 








Disusun oleh :
1.      Mirna Chrismawati (15)
2.      Misbahul Munir      (16)
3.      Putri Wijayanti        (24)


SMA NEGERI 1 REMBANG
TAHUN PELAJARAN 2013/2014
RESPIRASI SERANGGA

A.    TUJUAN
1.      Mengetahui kecepatan respirasi pada serangga
2.      Mengetahui pegaruh berat serangga terhadap laju reaksi respirasi
B.     LANDASAN TEORI
Bernafas merupakan salah satu ciri dan aktivitas makhluk hidup. Istilah pernafasan sering di sama artikan dengan istilah respirasi, walau sebenarnya kedua istilah tersebut secara harfiah berbeda. Pernafasan (breathing) berarti menghirup dan menghembuskan nafas. Bernafas berarti memasukkan udara dari lingkungan luar ke dalam tubuh dan mengeluarkan udara sisa dari dalam tubuh ke lingkungan luar. Sedangkan respirasi (respiration) berarti suatu proses pembakaran (oksidasi) senyawa organik (bahan makanan) di dalam sel guna memperoleh energi.
Respirasi bertujuan untuk menghasilkan energi. Energi hasil respirasi tersebut sangat diperlukan untuk aktivitas hidup, seperti mengatur suhu tubuh, pergerakan, pertumbuhan dan reproduksi. Jadi kegiatan pernafasan dan respirasi tersebut saling berhubungan karena pada proses pernafasan dimasukkan udara dari luar (oksigen) dan oksigen tersebut digunakan untuk proses respirasi guna memperoleh energi dan selanjutnya sisa respirasi berupa gas karbon dioksida (CO2) dikeluarkan melalui proses pernafasan.
Hewan-hewan tingkat rendah dan tumbuhan tidak memiliki alat pernafasan khusus sehingga oksigen dapat langsung masuk dengan cara difusi, maka sering kali istilah pernafasan disamakan dengan istilah respirasi. Dengan demikian perbedaan kedua istilah itu tidak mutlak.
Alat pernafasan hewan pada dasarnya berupa alat pemasukan dan alat pengangkutan udara. Apabila alat pemasukan ke dalam tubuh tidak ada, maka pemasukan oksigen dilakukan dengan cara difusi, misalnya pada protozoa. Pada cacing tanah, oksigen masuk secara difusi melalui permukaan tubuh, kemudian masuk ke pembuluh darah. Di dalam darah, oksigen diikat oleh pigmen-pigmen darah, yaitu hemoglobin yang larut dalam plasma darah. Pada hewan lain, hemoglobin terkandung di dalam sel darah merah (eritrosit).
Laju metabolisme adalah jumlah total energi yang diproduksi oleh tubuh per satuan waktu. Laju metabolisme berkaitan erat dengan respirasi karena respirasi merupakan proses ekstrasi energi dari molekul makanan yang bergantung pada adanya oksigen. Secara sederhana, reaksi kimia yang terjadi dalam respirasi dapat dituliskan sebagai berikut:
C6H12O6 + 6O2 → 6CO2 + 6H2O + ATP
Laju respirasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
a)      Ketersediaan substrat
Tersedianya substrat pada tanaman merupakan hal yang penting dalam melakukan respirasi. Tumbuhan dengan kandungan substrat yang rendah akan melakukan respirasi dengan laju yang rendah pula. Demikian sebaliknya bila substrat yang tersedia cukup banyak maka laju respirasi akan meningkat.
b)      Ketersediaan Oksigen
Ketersediaan oksigen akan mempengaruhi laju respirasi, namun besarnya pengaruh tersebut berbeda bagi masing-masing spesies dan bahkan berbeda antara organ pada tumbuhan yang sama. Fluktuasi normal kandungan oksigen di udara tidak banyak mempengaruhi laju respirasi, karena jumlah oksigen yang dibutuhkan tumbuhan untuk berespirasi jauh lebih rendah dari oksigen yang tersedia di udara.
c)      Suhu
Pengaruh faktor suhu bagi laju respirasi tumbuhan sangat terkait dengan faktor Q10, dimana umumnya laju reaksi respirasi akan meningkat untuk setiap kenaikan suhu sebesar 10oC. Namun hal ini tergantung pada masing-masing spesies.
d)     Tipe dan Umur Tumbuhan
Masing-masing spesies tumbuhan memiliki perbedaan metabolisme, dengan demikian kebutuhan tumbuhan untuk berespirasi akan berbeda pada masing-masing spesies. Tumbuhan muda menunjukkan laju respirasi yang lebih tinggi dibanding tumbuhan yang tua. Demikian pula pada organ tumbuhan yang sedang dalam masa pertumbuhan.
Serangga mempunyai alat pernapasan khusus berupa system trachea yang berfungsi untuk mengangkut dan mengedarkan O2 ke seluruh tubuh serta mengangkut dan mengeluarkan CO2 dari tubuh. Trachea memanjang dan bercabang-cabang menjadi saluran hawa halus yang masuk ke seluruh jaringan tubuh oleh karena itu, pengangkutan O2 dan CO2 dalam system ini tidak membutuhkan bantuan sistem transportasi atau darah. Udara masuk dan keluar melalui stigma, yaitu lubang kecil yang terdapat di kanan-kiri tubuhnya. Selanjutnya dari stigma, udara masuk ke pembuluh trachea yang memanjang dan sebagian ke kantung hawa. Pada serangga bertubuh besar terjadinya pengeluaran gas sisa pernafasan karena adanya pengaruh kontraksi otot-otot tubuh yang bergerak secara teratur.
Corong hawa (trakea) adalah alat pernapasan yang dimiliki oleh serangga dan arthropoda lainnya. Pembuluh trakea bermuara pada lubang kecil yang ada di kerangka luar (eksoskeleton) yang disebut spirakel. Spirakel berbentuk pembuluh silindris yang berlapis zat kitin, dan terletak berpasangan pada setiap segmen tubuh. Spirakel mempunyai katup yang dikontrol oleh otot sehingga membuka dan menutupnya spirakel terjadi secara teratur. Pada umumnya spirakel terbuka selama serangga terbang, dan tertutup saat serangga beristirahat.
Oksigen dari luar masuk lewat spirakel. Kemudian udara dari spirakel menuju pembuluh-pembuluh trakea dan selanjutnya pembuluh trakea bercabang lagi menjadi cabang halus yang disebut trakeolus sehingga dapat mencapai seluruh jaringan dan alat tubuh bagian dalam. Trakeolus tidak berlapis kitin, berisi cairan, dan dibentuk oleh sel yang disebut trakeoblas. Pertukaran gas terjadi antara trakeolus dengan sel-sel tubuh. Trakeolus ini mempunyai fungsi yang sama dengan kapiler pada sistem pengangkutan (transportasi) pada vertebrata.
Sistem pernafasan pada serangga mengenal dua sistem, yaitu sistem terbuka dan sistem tertutup. Digunakan alat/organ yang disebut spirakulum (spiracle), juga tabung-tabung trakhea dan trakheola. Tekanan total dari udara sebenarnya merupakan jumlah tekanan gas N2, O2, CO2 dan gas-gas lain. O2 sendiri masuk ke dalam jaringan dengan satu proses tunggal yaitu adanya tekanan udara dalam jaringan. Tekanan O2 dengan demikian harus lebih besar daripada tekanan udara dalam jaringan, sebaliknya tekanan CO2 dalam jaringan harus lebih besar dibanding yang ada di udara.
C.     ALAT DAN BAHAN


1.      Respirometer sederhana
2.      Neraca
3.      Jangkrik dewasa 2 ekor yang memiliki berat berbeda
4.      Kristal KOH
5.      Larutan eosin
6.      Plastisin
7.      Kapas
8.      Pipet tetes
9.      Stopwatch


D.    CARA KERJA
1.      Bungkuslah kristal KOH menggunakan kapas dan masukkan ke dalam tabung respirometer.
2.      Timbanglah jangkrik yang akan dipakai untuk praktikum, kemudian masukkan jangkrik tersebut ke dalam tabung respirometer.
3.      Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiZjtIqd2c_cPjeWsScUk5ag8jUZYbJD5kO5XCXULHAIoREtYR4h4WaIq5YUxzKXb7JRUX63FwgRFy36axp0nIYebNYK5INDwHh4Sqnb342j-8dbKeENcEj1LS_OJjoqJHD0N3Y2QnNxW9X/s400/respirometer.jpgPerhatikan susunan alat  dan bahan pada gambar di bawah.





4.      Letakkan respirometer pada tempat yang datar.
5.      Tutuplah sambungan antara pipa dengan bejana menggunakan plastisin agar tidak bocor udaranya.
6.      Tutuplah ujung pipa kapiler dengan jari telunjuk selama 1-2 menit. Segera setelah ujung jari dilepaskan teteskan eosin secukupnya pada ujung pipa kapiler berskala dengan menggunakan pipet. Usahakan cairan eosin menutup ujung pipa kapiler.
7.      Amati perubahan kedudukan eosin setiap dua menit pada pipa kapiler berskala. Hitunglah jarak yang ditempuh eosin setiap dua menit.
8.      Hitunglah volume oksigen yang dibutuhkan jangkrik dalam waktu 10 menit.
9.      Ulangi cara kerja di atas menggunakan jangkrik yang berbeda beratnya.
E.     HASIL PENGAMATAN
Jarak yang Ditempuh Eosin Menit ke . . . .
Skala yang Ditempuh Jangkrik (cm)
Jangkrik A (8 gram)
Jangkrik B (5,85 gram)
2
0,2
0,15
4
0,25
0,25
6
0,35
0,35
8
0,45
0,45
10
0,5
0,5

F.      PEMBAHASAN
Dalam percobaan ini, khususnya pada percobaan yang menggunakan respirometer, digunakan larutan KOH. Fungsi dari larutan ini adalah untuk mengikat CO2, sehingga pergerakan dari larutan eosin benar-benar hanya disebabkan oleh konsumsi oksigen. Adapun reaksi yang terjadi antara KOH dengan CO2 adalah sebagai berikut:
KOH + CO2 → K2CO3 + H2O
Setelah itu serangga dimasukkan ke dalam tabung dan tabung ditutup dengan bagian yang berskala rapat-rapat. Untuk mengetahui penyusutan udara dalam tabung, pada ujung terbuka pipa berskala diberi setetes larutan eosin. Larutan eosin ini akan bergerak ke arah tabung spesimen karena terjadinya penyusutan volume udara dalam ruang tertutup (tabung spesimen) sebagai akibat pernapasan, yaitu O2 diserap sedangkan CO2 dihembuskan tetapi lalu diserap oleh KOH. Kecepatan larutan eosin itu bergerak ke dalam menunjukkan kecepatan pernapasan organisme (serangga) yang diselidiki.
Perhitungan dilakukan untuk memperoleh angka kecepatan respirasi organisme tertentu dalam ml tiap satuan waktu. Data yang diambil adalah lama pernapasan. Dalam percobaan ini diambil tiap  2 menit sekali dan jarak yang ditempuh oleh larutan eosin bergerak. Pada hitungan kenaikan interval kedua, dicari dengan interval 2 dikurangi interval 1 dan begitu seterusnya untuk mencari kenaikan nilai interval berikutnya.
Keberhasilan percobaan atau eksperimen ini tergantung pada bocor tidaknya alat. Pada percobaan ini, hubungan antara tabung dan bagian berskala ditutup rapat menggunakan plastisin. Tujuan pemberian plastisin yaitu agar hubungan antara tabung dan bagian bersekala licin serta udara tidak dapat keluar masuk.
Pada percobaan ini, perubahan suhu udara (bila menjadi panas) menyebabkan titik air yang sudah bergerak ke arah tabung dapat bergerak kembali ke arah luar. Oleh karena itu percobaan ini diadakan dalam waktu perubahan suhu tidak besar. Sebaliknya bila suhu menurun, tetes air cepat bergerak ke arah tabung spesimen.
Sebelum disimpan, spesimen hewan dikembalikan ke tempatnya dan KOH yang biasanya meleleh segera dikeluarkan dan tabung dicuci bersih. Jika kurang bersih dan tabung tertutup, maka akan terjadi respirometer tak dapat dibuka lagi, karena merekat oleh KOH.
Faktor- faktor yang mempengaruhi laju respirasi:
1.       Jenis kelamin
Jangkrik  betina dan jangkrik jantan memiliki kecepatan respirasi yang berbeda.
2.       Ketinggian
Ketinggian mempengaruhi pernapasan. Makin tinggi daratan, makin rendah O2, sehingga makin sedikit O2 yang dapat dihirup belalang. Sebagai akibatnya belalang pada daerah ketinggian memiliki laju pernapasan yang meningkat, juga kedalaman pernapasan yang meningkat.
3.       Ketersediaan Oksigen
Ketersediaan oksigen akan mempengaruhi laju respirasi, namun besarnya pengaruh tersebut berbeda bagi masing-masing spesies. Fluktuasi normal kandungan oksigen di udara tidak banyak mempengaruhi laju respirasi karena jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk berespirasi jauh lebih rendah dari oksigen yang tersedia di udara.
4.       Suhu
Serangga mempunyai alat pernapasan khusus berupa system trachea yang berfungsi untuk mengangkut dan mengedarkan O2  ke seluruh tubuh serta mengangkut dan mengeluarkan CO2 dari tubuh. Trachea memanjang dan bercabang-cabang menjadi saluran hawa halus yang masuk ke seluruh jaringan tubuh oleh karena itu, pengangkutan O2 dan CO2 dalam system ini tidak membutuhkan bantuan sitem transportasi atau darah. Udara masuk dan keluar melalui stigma, yaitu lubang kecil yang terdapat di kanan-kiri tubuhnya. Selanjutnya dari stigama, udara masuk ke pembuluh trachea yang memanjang dan sebagian ke kantung hawa. Pada serangga bertubuh besar terjadinya pengeluaran gas sisa pernafasan terjadi karena adanya pengaruh kontraksi otot-otot tubuh yang bergerak secara teratur
5.       Berat Tubuh
Hubungan antara berat dengan penggunaan oksigen berbanding lurus. Karena setiap makhluk hidup membutuhkan O2 (Oksigen) dalam jumlah yang besar. Semakin berat serangga semakin cepat pergerakan larutan eosin pada pipa berskala, begitupun sebaliknya, semakin ringan serangga maka semakin lambat pergerakan larutan eosin pada pipa berskala. Ini artinya semakin berat tubuh serangga, akan semakin banyak membutuhkan oksigen sehingga akan semakin cepat pernafasannya. Sebaliknya, semakin ringan tubuh serangga akan semakin lambat respirasinya. Seperti halnya manusia apabila dia berbadan gemuk dia lebih banyak membutuhkan oksigen sehingga akan bernafas cepat.
Pada hasil praktikum di atas, jelas sekali bahwa ukuran tubuh jangkrik mempengaruhi laju pernapasan. Semakin besar ukuran dan berat tubuh maka semakin cepat pernapasannya. Selain itu, aktifitas jangkrik di dalam respirometer juga mempengaruhi kebutuhan oksigen yang diperlukan.
G.    KESIMPULAN
Bedasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa KOH dapat membantu mempercepat proses pernapasan pada belalang dan jangkrik. Jangkrik dengan ukuran lebih besar memerlukan lebih banyak oksigen dalam pernapasan. Hal ini dikarenakan ukuran tubuh jangkrik yang lebih besar menyebabkan aktifitas pergerakan yang dilakukan akan semakin banyak. Ini menyebabkan jangkrik yang lebih besar membutuhkan oksigen lebih banyak sehingga saat di ukur dengan respirometer gerakan larutan eosin akan lebih cepat daripada jangkrik (laju respirasi lebih cepat). Ini menandakan berat atau ukuran serta aktivitas serangga merupakan faktor yang mempengaruhi dalam proses respirasi. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan faktor-faktor yang mempengaruhi proses respirasi adalah berat tubuh, kegiatan tubuh dan suhu tubuh dari serangga.
Terdapat hubungan antara berat (ukuran/besar) serangga dengan kecepatan pernafasannya, semakin berat (besar) tubuh belalang maka semakin banyak oksigen yang di butuhkan sehingga semakin cepat pernapasannya. Sebaliknya, semakin ringan berat serangga (ukurannya kecil) maka makin sedikit pula oksigen yang ia butuhkan sehingga semakin lambat pernapasannya. Begitu pula dengan aktifitas belalang tersebut, juga mempengaruhi kebutuhan oksigen.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar