LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI
RESPIRASI SERANGGA
![]() |
Disusun oleh :
1.
Mirna Chrismawati (15)
2.
Misbahul Munir (16)
3.
Putri Wijayanti (24)
SMA NEGERI 1 REMBANG
TAHUN PELAJARAN 2013/2014
RESPIRASI SERANGGA
A. TUJUAN
1.
Mengetahui
kecepatan respirasi pada serangga
2.
Mengetahui
pegaruh berat serangga terhadap laju reaksi respirasi
B. LANDASAN
TEORI
Bernafas merupakan salah satu ciri dan aktivitas makhluk hidup. Istilah
pernafasan sering di sama artikan dengan istilah respirasi, walau
sebenarnya kedua istilah tersebut secara harfiah berbeda. Pernafasan
(breathing) berarti menghirup dan menghembuskan nafas. Bernafas berarti
memasukkan udara dari lingkungan luar ke dalam tubuh dan mengeluarkan udara
sisa dari dalam tubuh ke lingkungan luar. Sedangkan respirasi (respiration) berarti suatu proses pembakaran (oksidasi)
senyawa organik (bahan makanan) di dalam sel guna memperoleh energi.
Respirasi bertujuan untuk menghasilkan energi. Energi hasil respirasi
tersebut sangat diperlukan untuk aktivitas hidup, seperti mengatur suhu tubuh,
pergerakan, pertumbuhan dan reproduksi. Jadi kegiatan pernafasan dan respirasi
tersebut saling berhubungan karena pada proses pernafasan dimasukkan udara dari
luar (oksigen) dan oksigen tersebut digunakan untuk proses respirasi guna
memperoleh energi dan selanjutnya sisa respirasi berupa gas karbon dioksida (CO2)
dikeluarkan melalui proses pernafasan.
Hewan-hewan tingkat rendah dan tumbuhan tidak memiliki alat pernafasan
khusus sehingga oksigen dapat langsung masuk dengan cara difusi, maka sering
kali istilah pernafasan disamakan dengan istilah respirasi. Dengan demikian
perbedaan kedua istilah itu tidak mutlak.
Alat pernafasan hewan pada dasarnya berupa alat pemasukan dan alat
pengangkutan udara. Apabila alat pemasukan ke dalam tubuh tidak ada, maka
pemasukan oksigen dilakukan dengan cara difusi, misalnya pada protozoa. Pada
cacing tanah, oksigen masuk secara difusi melalui permukaan tubuh, kemudian
masuk ke pembuluh darah. Di dalam darah, oksigen diikat oleh pigmen-pigmen
darah, yaitu hemoglobin yang larut dalam plasma darah. Pada hewan lain,
hemoglobin terkandung di dalam sel darah merah (eritrosit).
Laju metabolisme adalah jumlah total energi yang diproduksi oleh tubuh
per satuan waktu. Laju metabolisme berkaitan erat dengan respirasi karena respirasi
merupakan proses ekstrasi energi dari molekul makanan yang bergantung pada
adanya oksigen. Secara sederhana, reaksi kimia yang terjadi dalam respirasi
dapat dituliskan sebagai berikut:
C6H12O6 +
6O2 → 6CO2 + 6H2O + ATP
Laju respirasi dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain:
a) Ketersediaan
substrat
Tersedianya
substrat pada tanaman merupakan hal yang penting dalam melakukan respirasi.
Tumbuhan dengan kandungan substrat yang rendah akan melakukan respirasi dengan
laju yang rendah pula. Demikian sebaliknya bila substrat yang tersedia cukup
banyak maka laju respirasi akan meningkat.
b) Ketersediaan
Oksigen
Ketersediaan
oksigen akan mempengaruhi laju respirasi, namun besarnya pengaruh tersebut
berbeda bagi masing-masing spesies dan bahkan berbeda antara organ pada
tumbuhan yang sama. Fluktuasi normal kandungan oksigen di udara tidak banyak
mempengaruhi laju respirasi, karena jumlah oksigen yang dibutuhkan tumbuhan
untuk berespirasi jauh lebih rendah dari oksigen yang tersedia di udara.
c) Suhu
Pengaruh
faktor suhu bagi laju respirasi tumbuhan sangat terkait dengan faktor Q10,
dimana umumnya laju reaksi respirasi akan meningkat untuk setiap kenaikan suhu
sebesar 10oC. Namun hal ini tergantung pada masing-masing spesies.
d) Tipe dan
Umur Tumbuhan
Masing-masing spesies tumbuhan
memiliki perbedaan metabolisme, dengan demikian kebutuhan tumbuhan untuk
berespirasi akan berbeda pada masing-masing spesies. Tumbuhan muda menunjukkan
laju respirasi yang lebih tinggi dibanding tumbuhan yang tua. Demikian pula
pada organ tumbuhan yang sedang dalam masa pertumbuhan.
Serangga
mempunyai alat pernapasan khusus berupa system trachea yang berfungsi untuk
mengangkut dan mengedarkan O2 ke seluruh tubuh serta mengangkut dan
mengeluarkan CO2 dari tubuh. Trachea memanjang dan bercabang-cabang
menjadi saluran hawa halus yang masuk ke seluruh jaringan tubuh oleh karena
itu, pengangkutan O2 dan CO2 dalam system ini tidak
membutuhkan bantuan sistem transportasi atau darah. Udara masuk dan keluar
melalui stigma, yaitu lubang kecil yang terdapat di kanan-kiri tubuhnya.
Selanjutnya dari stigma, udara masuk ke pembuluh trachea yang memanjang dan
sebagian ke kantung hawa. Pada serangga bertubuh besar terjadinya pengeluaran
gas sisa pernafasan karena adanya pengaruh kontraksi otot-otot tubuh yang
bergerak secara teratur.
Corong hawa (trakea) adalah alat pernapasan yang dimiliki oleh serangga dan
arthropoda lainnya. Pembuluh trakea bermuara pada lubang kecil yang ada di
kerangka luar (eksoskeleton) yang disebut spirakel. Spirakel berbentuk pembuluh
silindris yang berlapis zat kitin, dan terletak berpasangan pada setiap segmen
tubuh. Spirakel mempunyai katup yang dikontrol oleh otot sehingga membuka dan
menutupnya spirakel terjadi secara teratur. Pada umumnya spirakel terbuka selama
serangga terbang, dan tertutup saat serangga beristirahat.
Oksigen dari luar masuk lewat spirakel. Kemudian udara dari spirakel menuju
pembuluh-pembuluh trakea dan selanjutnya pembuluh trakea bercabang lagi menjadi
cabang halus yang disebut trakeolus sehingga dapat mencapai seluruh jaringan
dan alat tubuh bagian dalam. Trakeolus tidak berlapis kitin, berisi cairan, dan
dibentuk oleh sel yang disebut trakeoblas. Pertukaran gas terjadi antara
trakeolus dengan sel-sel tubuh. Trakeolus ini mempunyai fungsi yang sama dengan
kapiler pada sistem pengangkutan (transportasi) pada vertebrata.
Sistem pernafasan pada serangga mengenal dua sistem, yaitu sistem terbuka
dan sistem tertutup. Digunakan alat/organ yang disebut spirakulum (spiracle),
juga tabung-tabung trakhea dan trakheola. Tekanan total dari udara sebenarnya
merupakan jumlah tekanan gas N2, O2, CO2 dan
gas-gas lain. O2 sendiri masuk ke dalam jaringan dengan satu proses
tunggal yaitu adanya tekanan udara dalam jaringan. Tekanan O2 dengan
demikian harus lebih besar daripada tekanan udara dalam jaringan, sebaliknya
tekanan CO2 dalam jaringan harus lebih besar dibanding yang ada di
udara.
C. ALAT
DAN BAHAN
1.
Respirometer
sederhana
2.
Neraca
3.
Jangkrik dewasa
2 ekor yang memiliki berat berbeda
4.
Kristal KOH
5.
Larutan eosin
6.
Plastisin
7.
Kapas
8.
Pipet tetes
9.
Stopwatch
D. CARA
KERJA
1.
Bungkuslah
kristal KOH menggunakan kapas dan masukkan ke dalam tabung respirometer.
2.
Timbanglah
jangkrik yang akan dipakai untuk praktikum, kemudian masukkan jangkrik tersebut
ke dalam tabung respirometer.
3.
Perhatikan susunan
alat dan bahan pada gambar di bawah.

4.
Letakkan
respirometer pada tempat yang datar.
5.
Tutuplah
sambungan antara pipa dengan bejana menggunakan plastisin agar tidak bocor
udaranya.
6.
Tutuplah ujung
pipa kapiler dengan jari telunjuk selama 1-2 menit. Segera setelah ujung jari
dilepaskan teteskan eosin secukupnya pada ujung pipa kapiler berskala dengan
menggunakan pipet. Usahakan cairan eosin menutup ujung pipa kapiler.
7.
Amati perubahan
kedudukan eosin setiap dua menit pada pipa kapiler berskala. Hitunglah jarak
yang ditempuh eosin setiap dua menit.
8.
Hitunglah volume
oksigen yang dibutuhkan jangkrik dalam waktu 10 menit.
9.
Ulangi cara
kerja di atas menggunakan jangkrik yang berbeda beratnya.
E. HASIL
PENGAMATAN
Jarak
yang Ditempuh Eosin Menit ke . . . .
|
Skala
yang Ditempuh Jangkrik (cm)
|
|
Jangkrik
A (8 gram)
|
Jangkrik
B (5,85 gram)
|
|
2
|
0,2
|
0,15
|
4
|
0,25
|
0,25
|
6
|
0,35
|
0,35
|
8
|
0,45
|
0,45
|
10
|
0,5
|
0,5
|
F. PEMBAHASAN
Dalam percobaan ini, khususnya pada
percobaan yang menggunakan respirometer, digunakan larutan KOH. Fungsi dari
larutan ini adalah untuk mengikat CO2, sehingga pergerakan dari
larutan eosin benar-benar hanya disebabkan oleh konsumsi oksigen. Adapun reaksi
yang terjadi antara KOH dengan CO2 adalah sebagai berikut:
KOH + CO2 → K2CO3
+ H2O
Setelah itu serangga dimasukkan ke dalam
tabung dan tabung ditutup dengan bagian yang berskala rapat-rapat. Untuk
mengetahui penyusutan udara
dalam tabung, pada ujung terbuka pipa berskala diberi setetes larutan eosin.
Larutan eosin ini akan bergerak ke arah tabung spesimen karena terjadinya
penyusutan volume udara dalam ruang tertutup (tabung spesimen) sebagai akibat
pernapasan, yaitu O2 diserap sedangkan CO2 dihembuskan
tetapi lalu diserap oleh KOH. Kecepatan larutan eosin itu bergerak ke dalam
menunjukkan kecepatan pernapasan organisme (serangga) yang
diselidiki.
Perhitungan dilakukan untuk memperoleh
angka kecepatan respirasi organisme tertentu dalam ml tiap satuan waktu.
Data yang diambil adalah lama pernapasan. Dalam percobaan ini diambil
tiap 2 menit sekali dan jarak yang
ditempuh oleh larutan eosin bergerak. Pada hitungan kenaikan interval kedua,
dicari dengan interval 2 dikurangi interval 1 dan begitu seterusnya untuk
mencari kenaikan nilai interval berikutnya.
Keberhasilan percobaan atau eksperimen
ini tergantung pada bocor tidaknya alat. Pada percobaan ini, hubungan antara
tabung dan bagian berskala ditutup rapat menggunakan plastisin. Tujuan
pemberian plastisin yaitu agar hubungan antara tabung dan bagian bersekala
licin serta udara tidak dapat keluar masuk.
Pada percobaan ini, perubahan suhu udara
(bila menjadi panas) menyebabkan titik air yang sudah bergerak ke arah tabung
dapat bergerak kembali ke arah luar. Oleh karena itu percobaan ini diadakan
dalam waktu perubahan suhu
tidak besar. Sebaliknya bila suhu menurun, tetes air cepat bergerak ke arah
tabung spesimen.
Sebelum disimpan, spesimen
hewan dikembalikan ke tempatnya dan KOH yang biasanya meleleh segera
dikeluarkan dan tabung dicuci bersih. Jika kurang bersih dan tabung tertutup,
maka akan terjadi respirometer tak dapat dibuka lagi, karena merekat oleh KOH.
Faktor- faktor yang mempengaruhi laju
respirasi:
1.
Jenis kelamin
Jangkrik betina dan jangkrik jantan memiliki kecepatan
respirasi yang berbeda.
2.
Ketinggian
Ketinggian
mempengaruhi pernapasan. Makin tinggi daratan, makin rendah O2,
sehingga makin sedikit O2 yang dapat dihirup belalang. Sebagai
akibatnya belalang pada daerah ketinggian memiliki laju pernapasan yang
meningkat, juga kedalaman pernapasan yang meningkat.
3.
Ketersediaan
Oksigen
Ketersediaan
oksigen akan mempengaruhi laju respirasi, namun besarnya pengaruh tersebut berbeda
bagi masing-masing spesies. Fluktuasi normal kandungan oksigen di udara tidak
banyak mempengaruhi laju respirasi karena jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk
berespirasi jauh lebih rendah dari oksigen yang tersedia di udara.
4.
Suhu
Serangga mempunyai alat pernapasan
khusus berupa system trachea yang berfungsi untuk mengangkut dan mengedarkan O2
ke seluruh tubuh serta mengangkut dan mengeluarkan CO2 dari
tubuh. Trachea memanjang dan bercabang-cabang menjadi saluran hawa halus yang
masuk ke seluruh jaringan tubuh oleh karena itu, pengangkutan O2 dan
CO2 dalam system ini tidak membutuhkan bantuan sitem transportasi
atau darah. Udara masuk dan keluar melalui stigma, yaitu lubang kecil yang
terdapat di kanan-kiri tubuhnya. Selanjutnya dari stigama, udara masuk ke
pembuluh trachea yang memanjang dan sebagian ke kantung hawa. Pada serangga
bertubuh besar terjadinya pengeluaran gas sisa pernafasan terjadi karena adanya
pengaruh kontraksi otot-otot tubuh yang bergerak secara teratur
5.
Berat Tubuh
Hubungan antara berat dengan penggunaan
oksigen berbanding lurus. Karena setiap makhluk hidup membutuhkan O2 (Oksigen)
dalam jumlah yang besar. Semakin berat serangga semakin cepat pergerakan
larutan eosin pada pipa berskala, begitupun sebaliknya, semakin ringan serangga
maka semakin lambat pergerakan larutan eosin pada pipa berskala. Ini artinya
semakin berat tubuh serangga, akan semakin banyak membutuhkan oksigen sehingga
akan semakin cepat pernafasannya. Sebaliknya, semakin ringan tubuh serangga
akan semakin lambat respirasinya. Seperti halnya manusia apabila dia berbadan gemuk
dia lebih banyak membutuhkan oksigen sehingga akan bernafas cepat.
Pada hasil praktikum di atas, jelas
sekali bahwa ukuran tubuh jangkrik mempengaruhi laju pernapasan.
Semakin besar ukuran dan berat tubuh maka semakin cepat pernapasannya. Selain
itu, aktifitas jangkrik di dalam respirometer juga mempengaruhi kebutuhan
oksigen yang diperlukan.
G. KESIMPULAN
Bedasarkan
hasil pengamatan dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa KOH dapat
membantu mempercepat proses pernapasan pada belalang dan jangkrik. Jangkrik
dengan ukuran lebih besar memerlukan lebih banyak oksigen dalam pernapasan. Hal
ini dikarenakan ukuran tubuh jangkrik yang lebih besar menyebabkan aktifitas
pergerakan yang dilakukan akan semakin banyak. Ini menyebabkan jangkrik yang
lebih besar membutuhkan oksigen lebih banyak sehingga saat di ukur dengan
respirometer gerakan larutan eosin akan lebih cepat daripada jangkrik (laju
respirasi lebih cepat). Ini menandakan berat atau ukuran serta aktivitas
serangga merupakan faktor yang mempengaruhi dalam proses respirasi. Dari
pernyataan tersebut dapat disimpulkan faktor-faktor yang mempengaruhi proses
respirasi adalah berat tubuh, kegiatan tubuh dan suhu tubuh dari serangga.
Terdapat
hubungan antara berat (ukuran/besar) serangga dengan kecepatan pernafasannya,
semakin berat (besar) tubuh belalang maka semakin banyak oksigen yang di
butuhkan sehingga semakin cepat pernapasannya. Sebaliknya, semakin ringan berat
serangga (ukurannya kecil) maka makin sedikit pula oksigen yang ia butuhkan
sehingga semakin lambat pernapasannya. Begitu pula dengan aktifitas belalang
tersebut, juga mempengaruhi kebutuhan oksigen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar